TEMPO.CO, Jakarta -Setelah pementasan Semar Gugat, Maret lalu, Teater Koma akan kembali mementaskan sebuah lakon lawas berjudul Opera Kecoa. Lakon ini merupakan produksi teater pimpinan Nano Riantiarno yang ke-146 ini akan dipentaskan di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki mulai 10-20 November 2016. Pementasan berlangsung setiap hari mulai pukul 19.30 WIB, kecuali untuk Ahad pada pukul 12.30 WIB.
Lakon ini pertama kali dipentaskan pada 1985 lalu di tempat yang sama. Bercerita tentang kehidupan para kaum miskin kota. Tentang mereka,orang-orang kecil yang menghadapi kenyataan hidup yang keras. Dari perjuangan seorang bandit kelas teri, Roima, yang tertarik pada seorang pekerja seks komersil bernama Tuminah yang juga punya pacar waria, Julini. Cerita berkutat pada para tiga tokoh sentral dan tokoh lain yang melakoni perjuangan hidup untuk terus diakui atau tersingkir. Mereka harus terus hidup meski tinggal di tempat-tempat di gorong-gorong, di dalam got, di kolong jembatan yang kumuh, jorok, gelap dan bau.
Pentas ini seperti memperlihatkan situasi para warga miskin kota yang hingga sampai saat ini masih dijumpai di berbagai sudut kota, seperti juga Jakarta. “Kami hadirkan lagi kisah perjuangan kaum minoritas yang hidup susah, menderita berimpitan di balik megahnya gedung pencakar langit dan mencari keadilan,” ujar Nano dalam keterangannya.
Lakon ini juga pernah dilarang untuk dipentaskan pada 1990 ketika akan dipentaskan di Gedung Kesenian Jakarta. Teater Koma juga saat itu berencana mementaskan karya ini keliling Jepang, tetapi akhirnya pun batal. Setelah 13 tahun larangan pementasan, karya ini baru diperbolehkan tampil di Gedung Kesenian Jakarta pada 2003. Bumbu cerita dari pementasan Opera Kecoa ini ketika Nano menerima ancaman bom saat akan tampil di Bandung.
Pementasan Opera Kecoa tahun 2016 ini didukung oleh Ratna Riantiarno, Budi Ros, Rita Matu Mona, Dorias Pribadi, Alex Fatahillah, Daisy Lantang, Sri Yatun, Ratna Ully, Raheli Dharmawan, Julius Buyung, Ina Kaka, Ledi Yoga, Dodi Gustaman, Sir Ilham Jambak, Bangkit Sanjaya, Rangga Riantiarno, Adri Prasetyo, Tuti Hartati, Bayu Dharmawan Saleh, Didi Hasyim dan Joind Bayuwinanda.
Untuk menghidupkan pementasan, lagu yang digarap Nano akan diiringi oleh komposisi musik almarhum Harry Roesli dengan aransemen yang digarap Fero Aldiansya Stefanus dan tata gerak Ratna Ully.
DIAN YULIASTUTI