Mencari Film Indonesia, Menemukan Ismail

Fim Mencari Hilal


TEMPO.COJakartaFilm pertama Ismail Basbeth yang ditayangkan di bioskop komersial ini adalah sebutir mutiara. Sederhana, dalam, dan sekaligus menghibur.




***
Ingatlah nama ini: Ismail Basbeth.

Nama ini layak dimasukkan ke daftar sutradara Indonesia yang harus kita perhatikan karyanya.

Selama ini nama Ismail Basbeth, 30 tahun, lebih banyak menghasilkan film pendek yang ditayangkan di berbagai festival, di antaranya Shelter (2011), yang ditayangkan di Festival Film Busan dan Festival Film Rotterdam; Harry van Yogya (2010), Ritual (2011), Maling (2013), dan film layar lebar Another Trip to the Moon (2014). Film terakhir ini sudah ditayangkan di Jakarta dan di Festival Film International Rotterdam pada Februari  2015. Dengan kata lain, perlahan-lahan nama Ismail Basbeth identik dengan film independen yang memberi ruang untuk bereksperimen dengan bentuk.

Film Mencari Hilal, yang kini tengah beredar, adalah film Ismail Basbeth pertama yang beredar di bioskop komersial yang dengan sederhana berkisah tentang pencarian cinta, pencarian diri, dan pencarian nurani antara seorang ayah dan anak lelakinya.

Adalah Mahmud (Deddy Sutomo), seorang pedagang berusia senja, muslim yang sangat taat dan tertib pada aturan hidup dan agama. Ayah dua anak ini berdagang dengan keuntungan yang minim karena dia melakukannya “demi ibadah”. Diprotes sekumpulan pedagang pasar--yang merasa dirugikan karena Mahmud menjual beras dan bahan makanan yang sedemikian murahnya--Mahmud berkukuh seorang pedagang tak boleh rakus karena itulah perintah agama. Salah satu pedagang mengejek apakah agama betul telah mengoreksi moral seseorang. Dia mengutip berita bagaimana Departemen Agama menghabiskan begitu banyak uang untuk sidang isbat penetapan Idul Fitri. Mahmud bertemu dengan rekannya sesama santri. Mereka sama-sama mengenang kehidupan di pesantren untuk kirab bersama dan mencari hilal: menemukan bulan sabit pertama.

Lantas muncullah ide itu. Dia perlu mencari hilal tanpa biaya sak hohah: sederhana dan bersahaja. Kalau perlu, dia berniat pergi sendirian saja karena sebagian temannya sudah pada sibuk jadi politikus atau hal-hal duniawi lainnya. Apa boleh buat, putri sulungnya, Halida (Erythrina Baskoro), tak mengizinkan Mahmud yang sudah tua renta dan sakit-sakitan itu pergi mengejar hilal sendirian. Adik Halida, Heli (Oka Antara), seorang aktivis, saat itu pulang hanya untuk mencari kartu keluarga guna pengurusan paspor karena ditugaskan ke Nikaragua. Si aktivis yang malas berpuasa dan tak peduli pada urusan ibadah itu jengkel betul dengan paksaan mbakyunya. “Kalau kamu tidak menemani Bapak, aku tidak membantu pembuatan paspormu,” kata Mbak Halida, yang bekerja di kantor Imigrasi, dengan nada mengancam.

Maka jadilah film ini berkisah tentang perjalanan ayah dan anak yang seru dan penuh pertengkaran sekaligus renungan. Perjalanan mereka bukan saja memperlihatkan dua kepribadian yang bertolak belakang, tapi perlahan mengungkap beberapa pertanyaan mengapa sang anak begitu “malas” berinteraksi dengan sang ayah dan mengapa sang ayah begitu berkeras ingin mencari hilal meski tak tahu arah.

Ismail Basbeth membawa penonton kepada apa yang disebut sebuah road movie: film perjalanan yang melibatkan protagonis yang meninggalkan tempat tinggalnya ke satu tujuan dan menemukan banyak hal, tokoh, dan peristiwa yang kelak mengubah pandangannya. Road movie, atau film perjalanan, dalam sinema Indonesia mungkin belum terlalu sering menjadi pilihan, di antaranya Cinta dalam Sepotong Roti (Garin Nugroho, 1991); Tiga Hari untuk Selamanya (Riri Riza, 2007), Raya, Cahaya di atas Cahaya (Viva Westi, 2012), dan kini Mencari Hilal.

Dalam filmnya ini, Ismail memperlihatkan bagaimana Mahmud yang dogmatis, kaku, pantang mengalah itu perlahan mencoba membuka wawasannya bahwa begitu banyak warna bahkan dalam satu agama, apalagi antaragama. Dibantu penulis cerita asli Salman Aristo dan penulis skenario Bagus Bramanti, sutradara Ismail dengan teliti menyusun tokoh siapa saja yang ditemui tanpa sengaja, maupun yang direncanakan. Pertemuannya dengan muslim yang masih menjalankan tradisi setempat hingga bertemu dengan problem ketegangan antaragama yang sebetulnya bisa diselesaikan tanpa tarik urat. Semua mempunyai makna untuk menjadi bagian dari perjalanan; semua memiliki arti untuk perkembangan karakter Mahmud dan si anak bandel Heli.

Mahmud harus dihadapkan terbentur pada kekecewaan menyaksikan kawan pesantren yang ternyata sudah asyik berpolitik, tapi sekaligus dia menyadari dan menemukan sisi lain dari bocah lanangnya yang bandel itu: meski tidak salat dan berpuasa, ternyata Heli sebetulnya anak lelaki yang baik, peduli, dan akan membela ayahnya mati-matian.

Mengharukan? Ya. Tetapi Ismail tidak menyuruh Anda sesenggukan. Dia juga tak akan membuat tokoh-tokohnya mendadak jadi religius. Di antara ketegangan debat agama, kepercayaan, dan keimanan itu, terselip humor: Mahmud adalah representasi orang tua kita yang ngeyel dan semakin cepat gusar pada usia senja; sedangkan Heli adalah wakil kita, generasi sok tau yang menyimpan kemarahan karena kehilangan seseorang di masa dini, yang kemudian baru berhasil diledakkan setelah dewasa. Heli, yang percaya pada kemajuan teknologi, digebrakkan pada pendekatan tradisional Mahmud ini, kurang lebih menjadi gambaran hubungan ayah dan anak yang sangat kita kenal. Itulah sebabnya film ini saya anggap sebagai film keluarga yang intim, bukan sekadar “film religi”.

Seni peran yang ditampilkan, baik duo Deddy Sutomo dan Oka Antara, hingga para pemeran pendukung; musik scoring yang tahu diri kapan harus muncul dan kapan harus diam; sinematografi yang juga tahu kapan harus sederhana dan seadanya dan kapan harus menampilkan panorama yang menunjukkan kebesaran-Nya yang dikejar Mahmud dan Heli: laut yang luas, bulan sabit nun di sana, dan pada akhirnya sebuah kalimat yang dinantikan: “Saya mencari hilal.”  Dan jawaban Heli itulah yang bukan saja mengejutkan, tapi mengharukan....

Perjalanan mencari hilal bagi Mahmud ternyata adalah perjalanan mencari cinta dan menemukan sang anak (kembali) ke dalam pelukannya.

Ismail Basbeth, selamat datang....

Leila S. Chudori


MENCARI HILAL
Sutradara: Ismail Basbeth
Skenario: Bagus Bramanti dan Ismail Basbeth
Cerita asli: Salman Aristo
Pemain: Deddy Sutomo, Oka Antara, Torro Margens, Erythrina Baskoro
Produksi: MVP Pictures, Denny JA Studio, Mizan Production,  Dapur Film, Argi Film

 
Copyright © 2014 Share In Love - All Rights Reserved
Template By. Catatan Info