Pascabencana gempa dan tsunami yang memorakporandakan daerah Propinsi Aceh pada 26 Desember 2004 ternyata muncul sejumlah
objek wisata baru. Setidaknya, itu dirasakan masyarakat Kota Banda Aceh
yang tinggal di sekitar Lampulo, dekat pelabuhan perikanan Lampulo, atau
di Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru.
Di samping puing-puing bekas bangunan rumah dan kantor yang hancur
akibat terjangan arus tsunami-yang hingga sekarang belum dibangun
kembali oleh pemiliknya-tampak objek wisata kapal terapung. Kapal itu
sebelum terjadinya bencana tsunami berada di pantai Aceh, 4 km dari
lokasi Punge Blang Cut.
Menurut Ayub, pejabat dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi NAD,
kapal itu milik PLN dan kesehariannya difungsikan sebagai PLTD (pusat
listrik tenaga diesel). Dari pelayanan kapal itu, ratusan ribu rumah
rakyat Aceh bisa diterangi lampu listrik.
Setiap liburan panjang, misalnya, selain wisatawan dari berbagai
kota datang melihat kapal tersebut, wisatawan mencanegara asal Malaysia,
Brunei Darussalam, Singapura, dan Thailand ramai-ramai menaiki badan
kapal apung itu hingga ke lantai paling tinggi. Wisatawan bisa melihat
suasana Kota Banda Aceh dari ketinggian kapal tersebut.
Untuk memudahkan wisatawan menaiki kapal berlantai empat itu,
pemerintah setempat membuatkan tangga yang diletakkan pada salah satu
dinding kapal hingga ke permukaan tanah yang datar. "Sampai sejauh ini,
meski wisatawan yang datang jumlahnya relatif banyak, pemda belum
memikirkan pemberlakuan karcis menaiki kapal itu. Pada suatu saat nanti,
mungkin itu akan diberlakukan," tutur seorang pemuda Punge Blang Cut.
Tak berapa jauh dari lokasi wisata kapal terapung yang terlempar
itu, masyarakat juga bisa menengok objek wisata lainnya, yaitu sebuah
kapal nelayan yang kandas di atap rumah penduduk. Letaknya di Lampulo,
tak berapa jauh dari pelabuhan perikanan rakyat Aceh, Lampulo.
Pemerintah Kota Aceh juga akan membebaskan lahan tersebut kemudian
menetapkannya menjadi bagian dari museum tsunami Aceh. Kapal yang kandas
di atas rumah penduduk itu panjangnya mencapai sekitar 25 meter.
Menurut beberapa nelayan Lampulo, kapal itu bertonase sekitar 65 ton.
"Jadi, bisa dibayangkan, betapa dahsyatnya gelombang tsunami empat tahun
lalu. Ketinggian airnya yang sampai ke daratan mencapai 5 hingga 10
meter. Pohon kelapa saja bisa tercerabut hingga ke akar-akarnya lalu
tumbang menimpa rakyat yang kesusahan mencari jalan selamat," ujar Said
Akram, pelukis kaligrafi kenamaan Aceh yang lolos dari maut gelombang
tsunami. Tempat ini tetap dipertahankan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh
untuk mengenang Musibah Tsunami yang melanda Kota Banda Aceh. Sebuah
kapal yang terbawa Gelombang Tsunami dan terdampar di perumahan penduduk
di kawasan Gampong Lampulo Kecamatan Kuta Alam.