untuk Ibunda tercinta di Hari Ibu 22 Desember 2011
Ibunda..
Airmata mu adalah do'a yang selalu mengiringi tiap nafas kami, anak-anak mu..
Masna M. Saleh, itulah panggilan untuk Ibu yang lahir pada tahun 1945 ini, dia merupakan anak sulung dari isteri pertama pejuang Gayo Tgk. M. Saleh Adri.
Sebagai seorang anak pejuang, ketika masa kecil sampai dia dewasa hampir tidak pernah menetap di satu tempat. Dia pernah bersekolah di Sekolah Rakyat (SR) Takengon tahun 1951 tetapi belum tamat, pindah sekolah ke SR di Medan, kemudian pindah lagi ke SRI Simpang Uliem.
Di sekolah tersebut juga belum tamat dan pindah lagi ke SRI di Bireuen, kemudian kembali ke Takengon dan masuk sekolah SRI di Bintang Aceh Tengah. Pada akhirnya menamatkan SRI-nya di Banda Aceh tahun 1960, dan pada tahun yang sama melanjutkan sekolah ke SMI di Banda Aceh. Baru satu tahun sekolah di SMI pindah lagi ke Lhok Seumawe, karena sekolah SMI tidak ada di sana maka masuk sekolah PGA mulai kelas dua dan tamat pada tahun 1966.
Ibu Masna sangat bersemangat ketika bercerita tentang sejarah hidupnya, apalagi ketika bercerita ia selalu menghubungkan hidupnya dengan masa perjuangan orang tuanya pada masa DI/TII.
Tgk. Saleh Adri sebelum jadi pejuang adalah Pegawai Negeri di Pemda Aceh Tengah, namun karena ia merasa pada saat itu banyak sekali moral pegawai tidak baik, ditambah lagi dengan keingkarjanjian Pemerintah Pusat terhadap Aceh, maka ia meninggalkan kepegawaiannya.
Kehidupan sebagai anak pejuang membuat dia selalu tegar dalam menjalani hidup, dan ketika ditanya kenapa ia tidak menjadi pegawai setelah tamat PGA, dia dengan ringan menjawab “tidak tahu” (Gayo : Mile).
Dia punya adik lima orang, dua laki-laki (Armada Saleh dan Busyra) dan tiga perempuan (Ruwaida, Irsada dan Mahyana) semuanya sempat sekolah, kendati tidak pernah ditamatkan dalam satu sekolah dan di satu tempat karena sering berpindah-pindah, dan hanya adiknya yang bungsu menjadi sarjana dan sekarang menjadi guru sekolah.
Adiknya yang nomor dua (Ir. Armada Saleh) juga sarjana dan pernah bekerja di kantor PU, namun karena merasa tidak puas dengan pekerjaannya ia mengundurkan diri dan menjadi konsultan.
Ibu Masna menikah dengan M. Daud Remantan pada tahun 1966. Dan dikaruniai sepuluh orang anak, Amna Emda, Fauzan Alia, Ruhdiana, Rumzan, Nasrun Nasir, Munzir, Sofia Nafsiana, Ruhma Sari, Masnidar dan Ahmad Wafa.
Dr. M. Daud Remantan meninggal dunia pada tahun 1989, yang menamatkan program Doktornya di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 1987. Semasa suaminya kuliah di Program Doktor, Ibu Masna Saleh sering mendidik anaknya sendiri, karena suaminya sedang kuliah di Jakarta. Hanya dua tahun M. Daud Remantan mengabdi dengan pendidikan S3 nya di IAIN Ar-Raniry, beliau di panggil Allah (allahummaghfir lahu warhamhu). Ibu Masna M. Saleh yang juga di panggil dengan Inen Amna ini harus membesarkan dan menyekolahkan anaknya yang ditinggalkan almarhum.
Dua orang anaknya yang baru kuliah pada saat suaminya meninggal pada tahun 1989. Lalu ketika ditanya, ketika bapak meninggal apa yang ibu cita-citakan terhadap semua anak ibu, apakah ibu punya target ? dengan ringan ia menjawab “tawakkal kepada Allah”.
Saat almarhum meninggal ia mendapat dana pensiunan, dengan uang itu ditambah dengan menjual satu kebun peninggalan bapak “Tgk. Saleh Adri” di bangun rumah kost , dengan itulah dia membiayai anak-anak.
Keyakinan kepada Allah dibalik cobaan yang diberikan pasti ada hikmahnya, sehingga dalam perjalanan membesarkan dan mendidik anak-anak banyak orang yang membantu.
Seperti Abang M. Ali Djadun yang merupakan suami dari kakak tertua Dr. M. Daud Remantan, selalu membantu, dan ketika diminta bantuan tidak pernah mengatakan tidak ada.
Ditambah lagi dengan bantuan Ir. Armada Saleh, adik kandungnya, dan Azmi (suami adik Ruwaida), kemudian juga bantuan-bantuan dari yang lain.
Karena tuturnya juga, banyak orang-orang (mahasiswa dan saudara-saudara) yang ketika almarhum masih hidup mereka pernah tinggal di rumah dan mereka yang tidak tinggal dirumah juga di bantu, banyak diantara mereka yang tidak lupa dengan semua kebaikan itu.
Di mata adik-adiknya, Ibu Masna adalah kakak sebagai pengganti ibu, semua adik-adiknya bersikap manja dan menjadikan ibu Masna sebagai tempat mengadu, sampai kepada masalah keluarga bahkan masalah yang bersifat rahasia sekalipun.
Kakak yang sulung ini selalu membela adik-adiknya, kendati bagaimana salah adiknya, terkadang membuat adik yang lain merasa kasih sayang yang diberikan terlalu berlebihan. Adik-adiknya sering mengatakan kalau kakaknya tidak pandai marah dan belum pernah marah.
Sekarang tidak ada lagi anak-anak dari Empun Ennita ini yang kuliah, semua sudah selesai dan jadi sarjana, ada yang sarjana pertanian, sarjana IAIN dan yang paling banyak adalah sarjana Ekonomi. Ada dua orang yang tidak selesai, tetapi mereka juga pernah duduk di bangku kuliah.
Tujuh dari sepuluh orang telah memiliki pekerjaan tetap, baik di instansi pemerintah ataupun swasta (Alhamdulillah), tinggal tiga orang yang belum mendapat pekerjaan (semoga Tuhan memberi yang terbaik kepada mereka).
Di mata anak-anaknya, Ibu Masna adalah sosok ibu yang dikagumi dan penuh inspirasi, karena ketabahan dan kesabarannya dalam menghadapi segala cobaan hidup.
Di mata anak-anaknya, Ibu Masna adalah sosok ibu yang dikagumi dan penuh inspirasi, karena ketabahan dan kesabarannya dalam menghadapi segala cobaan hidup.
Menurut anak-anaknya, dia tidak pernah marah, tidak pernah menampakkan kesusahannya pada anak-anak, malah dia tidak terlalu membatasi gerak langkah anak-anak, tetapi tidak ada anak-anak yang tidak patuh dan berbuat tidak baik.
Menurut penuturan anak-anak, Ibu adalah sosok orang yang tidak pernah membedakan tamu yang datang ke rumah. Selalu menyiapkan makanan dan minuman untuk mereka. Ibu juga tidak pernah menanyakan kepada tamu yang datang tentang kapan mereka pulang.
Untuk kegiatan sehari-hari, dalam rangka mengisi kekosongan waktu selain sebagai ibu rumah tangga, Ny. Daud Remantan selalu menghabiskan waktunya dengan menjahit (menyulam). Banyak alas meja, sarung galon air mineral, sarung bantal kursi, dan lain-lainnya terhampar rapi dari hasil karyanya. Disamping itu juga beliau sangat aktif dalam kegiatan sosial, pengajian dan arisan bersama ibu-ibu di Masjid al-Makmur dan Kampung Lamprit Banda Aceh.
Terimakasih Tak terhingga dari kami..
Anak-anak-mu..
(JM. Ungel/03)