Gunongan

Salah satu benda peninggalan budaya yang bernilai sejarah dan masih dapat kita saksikan dalam keadaan utuh adalah Gunongan lengkap dengan taman sarinya. Gunongan ini terletak di pusat kota Banda Aceh, tepatnya berada di kelurahan sukaramai, kecamatan Baiturrahman, kota Banda Aceh. Lokasi ini dapat di jangkau dengan kenderaan bermotor atau labi-labi melalui jalan Teuku Umar. Taman sari Gunongan merupakan salah satu peninggalan kejayaan Kerajaan Aceh, setelah kraton (dalam) tidak terselamatkan karena Belanda Menyerbu Aceh.
 
Gunongan di bangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda yang memerintah tahun 1607-1636. Sultan Iskandar Muda berhasil menaklukkan Kerajaan Johor dan Kerajaan Pahang di semenanjung Malaka. Putri boyongan dari Pahang yang sangat cantik parasnya dan halus budi bahasanya membuat Sultan Iskandar Muda jatuh cinta dan menjadikannya sebagai permaisuri. Demi cintanya yang sangat besar, Sultan Iskandar Muda bersedia memenuhi permintaan permaisurinya untuk membangun sebuah taman sari yang sangat indah, lengkap dengan Gunongan sebagai tempat untuk menghibur diri agar kerinduan sang permaisuri pada suasana pegunungan di tempat asalnya terpenuhi. Selain sebagai tempat bercengkrama, Gunongan juga digunakan sebagai tempat berganti pakaian permaisuri setelah mandi di sungai Isyiki yang mengalir di tengah-tengah istana.

Brakel (1975) melukiskan dalam Bustan, gunongan ini di kenal sebagai gegunungan dari kata Melayu gunung dengan menambahkan akhiran an yang melahirkan arti ‘’bangunan seperti gunung’’ atau ‘’simbol gunung’’. Jadi gunongan adalah symbol gunung yang merupakan bagian dari taman-taman istana Kesultanan Aceh.


Gunongan adalah bagian dari suatu kompleks yang lebih luas, Taman Ghairah, yang merupakan bagian dari taman istana. Di kompleks ini sekarang hanya tersisa empat buah bangunan;Gunongan itu sendiri, Leusong (lesung batu) terletak di kaki Gunongan, agak di bagian tenggara;kandang sebuah bangunan empat persegi di bagian utara di arah timur laut sepanjang sungai Krueng Daroy, dan Phinto Khop adalah sebuah pintu gerbang berbentuk kubah yang dulunya menghadap istana dan menghubungkan taman dengan alun-alun isana. Hanya anggota keluarga istana kerajaan yang diizinkan melewati pintu gerbang ini. Adapun detail dari bagian Taman Sari Gunongan itu adalah :


Pertama, Gunongan sendiri berdiri dengan tinggi 9,5 meter, yang menggambarkan sebuah bunga, yang dibangun dalam tiga tingkat. Tingkat pertama terletak di atas tanah dan tingkat tertinggi bermahkota sebuah tiang berdiri di pusat bangunan. Keseluruhan bentuk Gunongan adalah octagonal (bersegi delapan). Serambi selatan merupakan lorong masuk yang pendek, tertutup pintu gerbang yang penyangganya sampai ke dalam gunung.


Kedua, Penterana Batu berukir berupa kursi bulat berbentuk kelopak bunga yang sedang mekar dengan lubang cekung di bagian tengah. Namun yang masih dapat disaksikan hingga saat ini adalah peteranan batu berukir kembang lela masyhadi yang terletak bersebelahan dengan gunongan dan berada di sisi sungai.


Ketiga, Kandang Baginda merupakan sebuah lokasi pemakaman keluarga Sultan Kerajaan Aceh, di antaranya yaitu makam Sultan Iskandar Tsani (1636-1641) sebagai menantu Sultan Iskandar Muda (1607-1636) dan istri Sultanah Tajul Alam (1641-1670).


Keempat, Medan Khairani merupakan sebuah padang luas di sisi barat Taman Ghairah yang pernah dihiasi dengan pasir dan kerikil yang di kenal dengan nama sebutan kersik batu Pelinggam. Sebahagian besar lahannya kini digunakan sebagai kerkoff, kompleks makam Belanda yang juga disebut Pocut. Kompleks makam ini digunakan untuk menguburkan prajurit Belanda yang gugur dalam perang Aceh (1873-1902).


Kelima, Balai merupakan bangunan yang banyak dibangun di dalam Taman Ghairah. Balai-balai tersebut antara lain Balai Kambang tempat peristirahatan, Balai Gading tempat kenduri dilaksanakan, Balai Rekaan Cina tempat peristirahatan yang di bangun oleh ahli bangunan dari Cina, Balai Keemasan tempat peristirahatan yang dilengkapi dengan pagar keliling dari pasir, dan Balai Kembang Caya. Namun dari balai-balai yang disebutkan tersebut tidak satupun yang tersisa.


Keenam, Phinto Khop (Pintu Biram Indrabangsa) secara bebas dapat diartikan sebagai pintu mutiara keindraan atau kedewaan/raja-raja. Di dalam Bustan as Salatin disebut dengan Dewala. Gerbang ini dikenal pula dengan sebutan Pinto Khop, merupakan pintu penghubung antara istana dengan Taman Ghairah. Dengan adanyaperombakan tata kota Banda Aceh dewsa ini kini pintu tersebut tidak berada dalam satu kompleks dengan Taman Sari Gunongan.


Gunongan
One of the historical heritages, which still can be seen in tact, is the Gunongan with its park. The Gunongan is located in the middle of the city of Banda Aceh, in the Sukarami village, the Baiturrahman sub district. This location can be reached by mini bus through Teuku Umar Street. The Gunongan Park is one of the Aceh Kingdom’s heritages that still exists, while the place (kraton) could not be saved from the Dutch attack.
The Gunongan was built during the Sultan Iskandar Muda’s administration that ruled from 1607-1636. Sultan Iskandar Muda was succeeded in conguering the kingdoms of Johor and Pahang in Malacca Peninsula. The beautiful princess, that he brought from Pahang and had noble characters, made him fall in love with her and then married her. For the sake of his love, Sultan Iskandar Muda fulfilled the princess’ request to built a beautiful park with a made up mountain (Gunongan) for her to entertain herself so that she would not miss the mountainous atmosphere in her own country. Instead of a chatting place, the Gunongan also used as a place to change the princess’ dress after takinga a bath in the Isyiki River, which flow through the middle of the palace.
Brakel (1975) described in Bustan, that Gunongan was known as gunungan originated from Melayu ‘’gunung’’, adding a suffix ‘’an’’ and giving the meaning of the mountain. Thus the Gunongan was a symbol of the mountain, which is part of the park in the Aceh Sultanate place.
Gunongan is part of a larger compex, Desire Park, which is part of the Palace Park. Nowadays, there are verandah is a short corridor closed with agate whose long buffer reaches the inside of the Gunongan.
Second, Penterana Batu Berukir. The carved stone throne is a round chair, like a calyx of a flower begin to blossom with a concave hole in the middle. However, the only thing that can be found now is the stone carved with the lela masyhadi that is located next to the Gunongan beside the river.
Third, Kandang Baginda. His Majesty Stable is a location for the funerals of Sultan’s royal families of the Aceh Kingdom, among them the tombs of Sultan Iskandar Tsani (1636-1641) who was the son in law of Sultan Iskandar Muda and the wife of Sultanah Tajul Alam (1641-1670).
Fourth, Medan Khairani. The Khairani Field was a vast plain in the west side of the Desire Park that once decorated with sand and gravel, which was known as the Pelinggam Gravel. Most of the field is used for the Kerkoff, the Dutch military cemetery and it’s also called Pocut. The complex was used for burying the Dutch soldiers who died in the Aceh war (1873-1902).
Fifth, Balai were buildings that were constructed in a large number with in the Desire Park. Some of the Balai are Balai Kambang used for a rest place, Balai Gading for having parties, Balai Rekaan Cina-a rest building constructed by Chinese construction engineers, Balai Keemasan for a rest place which was surrounded by a sand wall. Unfortunately, none of the buildings mentioned still remain.
Sixth, Pinto Khop (Pintu Biram Indrabangsa) is meant pearl sensory gate or the Goodness of kings. In the Bustan as Salatin it’s called Dewala. This gate was known as Pinto Khop, which was a link between the palace and the desire Park. The present restructuring of the city of Banda Aceh, the Gate is no longer located in the same complex with the Gunongan Park.

Sumber 
dan berbagai sumber
 
Copyright © 2014 Share In Love - All Rights Reserved
Template By. Catatan Info