"...melihat tingkah laku /budaya monyet di cerita ini...
pemimpin mereka lebih mementingkan keselamatan kelompok,,,,
beda dengan para pemimpin manusia sekarang...
jika ingin melakukan sesuatu dia menyuruh bawahan nya duluan,
kalau sudah aman baru pemimpin turun tangan,,,
dan jika pemimpin telah berhasil mendapatkan sesuatu yg dinginkannya,
maka mereka tidak menghiraukan masyakatnya,, dia sibuk dengan urusannya,,
begitu juga dengan cerita anjing yg berebut tulang di atas,,,
bisa dikaitkan dengan kehidupan manusia sekarang,,,
ada kelompok yang asyik bertikai.
dan ada kelompok yg mengambil kesempatan dari pertikaian kelompok itu....
akankah moral manusia ini terkalah kan oleh hewan2,,,
atau mungkin hewan lebih bermoral dari manusia..."
(Komentar dari salah seorang pembaca lovegayo.com)
Sembari menunggu tibanya waktu imsak, kami mencoba blogwalking mencari artikel yang minimal bisa menjadi sebuah pelajaran baru bagi kami dalam mempelajari kehidupan. Tanpa dinyana, mouse yang ada di tangan kami menggelitik sebuah situs yang beralamat lovegayo.com, terpampanglah sebuah tulisan menarik yang coba kami baca berulang kali karena penasaran dengan gaya penulisan sang penulis Joni MN yang benar-benar halus dan cukup membuat kami berkesan. Berangkat dari sebuah pengalaman pribadi, Joni MN mencoba menceritakan petualangan moral dari makhluk lain yang bernama monyet, dan dikomentari dengan komunikatif oleh seorang pembaca.
Semoga posting ini bisa bermanfaat..
Moral Manusia yang Dirampok…..
(Gayo – 11/08/011-Takengen, Joni Aman Rima / Published in: lovegayo.com)
Ketika saya berjalan-jalan mengarungi alam raya untuk menikmati ciptaan Tuhan, tepatnya tahun 2009 s/d 2011, banyak fenomena alam yang saya jumpai dan mengingatkan saya terhadap kejadian realita pada saat ini. Sifat yang ada dan terjadi pada hewan yang di beri julukan “Monyet” sungguh membuat saya dan beberapa rekan saya terganga, mungkin hal ini sudah menjadi sifat mereka sejak dulu hanya saja kami tidak pernah memperhatikannya dari dahulu.
Tanggal 15 Juni 2010, Saya dan beberapa rekan melewati Gunung Louser Kota Cane, pas di tanjakan tepatnya di kaki gunung louser, kami mampir di tempat penjualan ikan paggang – dan melihat 3 ekor monyet yang keluar dari semak – semak, kemudian mereka duduk di pinggir jalan menunggu belas kasihan berupa sesuatu yang dapat dimakan dari orang – orang yang lewat di jalan itu.
Saya terus memperhatikan, kebetulan ada seseorang yang memberi keripik pisang pada seekor monyet seketika ia mengulurkan tangannya dan menerima keripik itu, sementara yang lainnya melihat dengan mengkedip-kerdipkan kedua matanya, tentu pasti berharap mereka juga mendapat bagian. Namun, anehnya diantara mereka tidak mau saling berebutan, kalaupun yang lain belum mendapat jatah, mereka hanya saling mendekat menunggu untuk di beri, kalau tidak dikasih mereka itu pergi ke tempat yang lain dengan tidak meninggalkan kekacauan bentuk apapun.
Berbeda dengan hewan yang berjulukan anjing, anjing kalau di beri tulang oleh empunya dan jika anjing yang lain melihat, maka anjing yang lain itu mengejar kemudian terjadi perkelahian bahkan sampai robek kulitnya…..alhasil ada anjing yang tidak mau berkelahi alias berkudis dialah yang mendapat tulang tersebut.
Dan kemudian lanjut ke cerita monyet, beberapa monyet yang belum mendapat makanan dari pemberian orang yang lewat, mereka sabar dan sabar terus menunggu sampai ada orang yang memberi mereka makanan, dan kelihatan mereka duduk tenang dengan bersahaja di atas batu yang ada di pinggir jalan.
Pada saat perjalanan ke Banda Aceh pada tanggal pebruari 2011 yang lalu, pada jam 5.30 WIB, kami berhenti di Seulawah kemudian duduk dan bersenderan di mobil yang kami tumpangi, kebetulan saya menghadap kearah hutan tepatnya ke salah satu pohon yang agak besar dan jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat kami ber-istirahat. Dari atas pohon saya melihat beberapa ekor monyet yang hendak menuruni pohon tersebut mungkin dikarenakan adanya kami berhenti di dekat tempat mereka dan kesempatan mereka untuk meminta sisa-sisa makanan yang kami punya.
Pada saat mereka menuruni pohon kayu besar itu, terlihat monyet yang besar entah itu induknya atau mungkin itu pejantannya, jelas terlihat yang besar duluan menuruni pohon kayu tersebut barulah di ikuti di belakangnya oleh induknya dan beberapa anak-anak mereka, lalu kemudian mereka datang kehadapan kami dan duduk sambil mengawasi tangan kami yang kemungkinan akan membuang sisa makanan atau memberi langsung makan kepada mereka, kebetulan pada saat itu saya ada membawa beberapa bungkus roti, dan saya mengambil roti tersebut dari tas lalu membagikannya kepada mereka dengan tertibnya mereka datang secara bersamaan kemudian menerima pemberian saya dengan satu persatu, setelah itu pergilah mereka menuju pohon kayu besar tempat pertama meraka turun, untuk naik ke atas pohon, monyet yang besar itu membiarkan yang lain duluan seolah-olah menyuruh anak-anak dan induknya duluan naik kemudian gilirannya terakhir mengikuti dari belakang.
Dari kejadian tersebut terpikir oleh saya rupanya mereka juga punya budaya, kasih sayang, mengetahui apa dan siapa yang harus di dahulukan betapa indahnya aturan budaya mereka itu untuk menjamin kesejahteraan, kekeluargaan, kebersamaan, keamanan dan keselamatan para keluarganya dan lainnya.
Pebruari, hari ke- 23 tahun 2010, saya melintas dijalan Jawa Tengah – Jawa Timur, yaitu melewati Ngawi dan nganjuk untuk menuju surabaya, sebenarnya masih banyak daerah lain yang di lewati, namun hanya tempat ini yang berkesan bagi saya, dan tempat inilah yang akan diceritakan kejadiannya.
Ketika hampir sampai di Kabupaten Nganjuk yaitu di hutan jati yang rimbun. Disini kami berhenti untuk makan siang kebetulan jam sudah menunjukan Jam 2.30 hampir sore, di antara hutan yang lebat itu ada Rumah Makan mungkin itu disediakan khusus untuk Bus yang perjalanan jarak jauh, dan kami turun, saya mengajak kawan yang jumpa di bus itu untuk makan sambil menikmati air di pinggir hutan jati itu. Disini juga tetap saya mengamati hewan yang diberi nama monyet, entah kenapa? Mungkin karena saya sangat menyenangi tingkah hewan tersebut.
Singkat cerita di tempat ini – juga terlihat beberapa monyet yang sedang bergelantungan di atas dahan dan ranting pohon jati. Kemudian ada beberapa monyet yang agak besar bulunya sudah hampir kemerah-merahan, berteriak sepertinya memberi tanda untuk berkumpul, dengan patuhnya yang lain itu berkumpul ke tempat seputar monyet yang besar itu. Lalu mereka memperhatikan kami, karena mungkin jarang atau hanya pada waktu tertentu saja tempat tersebut di kunjungi orang ramai.
Kemudian saya mendekati mereka dengan mendatangi ke bawah pohon yang mereka diami, mereka terus memperhatikan setiap langkah saya tanpa ada kecurigaan, hanya memperhatikan saja, seketika saya ada berada di bawah pohon itu, beberapa dari mereka pindah lebih ke ujung dari dahan yang mereka naiki, di karenakan saya berada tepat di bawah mereka, mereka pindah tidak menjauh melainkan hanya menghindari supaya mereka tidak berada tepat di atas kepala saya saja.
Keadaan ini mengingatkan saya ke- beberapa tahun silam, yaitu tepatnya tahun 1986 yang lalu bulannya kebetulan saya sudah lupa, tepatnya di salah satu Desa yaitu Besi Gedok, yaitu Kampung Singah Mulo kebawah. Di tempat ini pada tahun itu masih banyak komunitas monyet, dan pada saat itu ketika mereka berjumpa sama manusia selalu menghindar dan lari keatas pohon, seketika mereka melewati kita, mereka selalu menjulurkan lidahnya sepertinya mengejek kita yang lewat, kemudian naik ke atas pohon dan menggoyang-goyang dahan atau cabang yang mereka naiki sambil melihat manusia yang lewat, kalau sudah agak jaraknya jauh mereka selalu mengejek dengan cara mencibirkan bibirnya.
Namun pada keadaan saya di seputaran Rumah Makan hutan jati itu, saya juga agak sedikit heran, kenapa sifat monyet yang pernah saya jumpai beberapa puluh tahun yang lalu tidak sama dengan monyet yang saya jumpai di hutan dekat masuk ke Kota Nganjuk itu, sehingga timbul pertanyaan di benak saya, apakah beda monyet dahulu atau monyet disini dengan monyet Jawa Timur saat ini….?…?
Dan, pada tahun November 1992, pengalaman yang paling membuat saya terharu dari perbuatan monyet ini adalah sewaktu saya berada di Florest yaitu di Nusa Tenggara Barat (NTB). Ada seorang teman yang asli penduduk NTB yang kerjanya sebagai pembemburu, setelah hampir ratusan kali dia memburu monyet sebagai mata pencahariannya, pada suatu saat tepatnya 1 Desember 1992, dia menembak seekor monyet betina yang sedang menggendong anaknya, seketika monyet bersama anaknya pun terjatuh dari dahan yang kira-kira tingginya 12 meter, lalu kawan itu berlari ke-tempat jatuhnya mereka, sesampainya ditempat tersebut kebetulan saya ikut melihat, induk monyet yang tertembak dan yang hampir mati itu menyerahkan anaknya kepada si penembak tadi, dengan spontan kawan tadi mengambil anaknya yang di serahkan induk monyet itu, setelah kawan tadi menerima kemudian seketika induk monyet yang tertembak itupun mati.
Akhirnya penyesalan yang ada pada dada dan benak kawan itu, setelah sekitar 6 bulan, anak monyet itu di pelihara, di urus dan di beri makan diperlakukannya persis seperti manusia, akhirnya diantarnya kehutan dan dilepaskan ke alam bebas. Inilah sedikit pengalaman yang mungkin hampir samadengan keadaan yang sedang di alami oleh kita sebagai manusia saat ini.
——–
Sering kali di kehidupan ini, kita lebih banyak menghabiskan waktu dan energi untuk memikirkan sisi yang buruk, mengecewakan, dan yang menyakitkan. Padahal, pada saat yang sama kita pun sebenarnya punya kemampuan untuk bisa menemukan banyak hal indah di sekeliling kita.
(Joni MN)