“Ziarah Bencana” Pentas Amal Komunitas Seni Kuflet:
Saling Berbagi Menyembuhkan Luka
Oleh: Sulaiman Juned *)
//Hati membatu/ Luka membisu/ Hati berlagu/ Luka membeku/ Bulan tembaga/ Tertusuk runcing ilalang//
Nyanyian itu bergemuruh mengawali sebuah pertunjukan teaterikal puisi bertajuk bencana sengaja digarap Komunitas Seni Kuflet Padangpanjang, Sumatera Barat berjudul “Ziarah Bencana" Karya Sulaiman Juned disutradarai Oleh Erianto. Pertunjukan ini sengaja pula dipentaskan di tengah pasar, terminal bus, dan pusat-pusat perbelanjaan, serta dilokasi wisata untuk menggalang dana bagi masyarakat yang tertimpa bencana, khususnya Mentawai. Senin yang lalu, 22/11/2010, dan Jumat, 26/11/2010 bertepatan dengan hari pasar (pekan) pentas diadakan di terminal bus Padangpanjang, dan di tengah keramaian kota. Sedangkan di Bukittinggi dilaksanakan pertunjukan itu, pada sabtu, 18/12/2010 di lokasi Wisata Jam Gadang, dan di Pusat Perbelanjaan Ramayana.
Pertunjukan itu dimainkan oleh sebelas aktor, ada nuansa magis ketika musikalitas puitikal dikawinkan dengan musik perkusi tubuh. Disinilah letak kekuatan dari pentas amal itu, tak perlu ada alat musik, para aktor hanya mempergunakan tubuhnya sebagai medium musik. Tepuk didong (Seni Gayo, Aceh) sangat memukau penonton. Belum lagi gerak teater tradisi Gayo guel juga menghipnotis penonton. Sehingga pertunjukan amal itu membuat sesuatu yang berbeda dengan pertunjukan-pertunjukan lainnya yang dilakukan di ruang publik.
Ketika Teaterikal puisi di gelar di tempat wisata jam Gadang Bukittinggi, Sri Masrijal pedagang kaki lima, sambil berjualan menyaksikan pertunjukan tersebut mengatakan “pertunjukan seperti ini harus sering dilaksanakan agar dapat mengetuk hati para pejabat, dan masyarakat yang memiliki kemampuan untuk menyumbangkan hartanya bagi kemasyalatan ummat” Tuturnya sambil memberi aplous.
Sementara pertunjukan di Pusat Perbelanjaan Ramayana Bukittinggi, Boy seorang pengunjung Ramayana menyatakan “Aku saya mendukung kegiatan Komunitas Seni Kuflet. Komunitas seni biasanya hanya melakukan pentas di gedung-gedung pertunjukan tanpa mau memberikan apresiasi langsung ke tengah masyarakat. Hari ini saya sangat terharu menyaksikan pertunjukan dari kuflet, betapa tidak sebuah komunitas yang sudah ternama di Sumatera Barat mau melakukan pertunjukan di jalan-jalan untuk menggalang dana bagi masyarakat kita di Mentawai” Tuturnya sambil menghapus air mata.
Pertunjukan berdurasi dua puluh lima menit dimainkan oleh Alam, Awaluddin, Ridwan, Iwan Rahmat, Sahrian, Saniman, Anshar Salihin, Sabda, dan Rika Silviani, serta Afleni. Puisi itu ada yang dinyanyikan dengan suasana yang menyanyat hati. Terkadang dibacakan dengan suara lantang, seperti memberikan pernyataan kepada masyarakat agar selalu ingat kepada sang khalik. Hidup ini hanyalah sementara.
Teaterikal puisi ini memiliki kekuatan moralitas, dan spritualisme yang tinggi dalam menawarkan kepada manusia untuk introfeksi diri, janganlah bermain-main dengan dosa agar manusia menjauhi larangan-Nya. Tuhan tidak membutuhkan kita, tapi kitalah yang membutuhkan Tuhan. Kalau manusia sudah berani bermain-main, maka akan datang balasan dari Allah melalui ‘kerinduan-nya’ mendatangkan bencana. Inilah kajian spritualitas sebagai sebuah tawaran pertunjukan teaterikal puisi kepada makhluk yang bernama manusia.
Teaterikal puisi ini memang layak kita baca sebagai sebuah pertunjukan untuk memperkaya batin dalam menikmati derita dari hasil mengais hidup di dunia, lalu membawa pulang ke akhirat. Maka, layaklah untuk kita renungi bersama. Mari kita simak penggalan puisinya:
//Aku ziarahi negeri air mata. Kampung-kampung terkepung luka-rinai tempias ke wajah semesta mengeram di jiwa/Aku hanya mampu mencatat keping duka dalam senyap jerit, di kenang jadi pelajaran menuju Tuhan/ Aku ziarahi negeri air mata. Kecemasan dan ketakutan mengurung jiwa. Seperti rentak tangis bersahutan sesak/ Masih lekat diingatan tentang Aceh dilipat air raya karena gempa/ Yogyakarta luluhlantak-Pesisir selatan Jawa rubuh/Minangkabau diratakan gempa di ruang senja/ Aroma kematian menyekap pikiran dalam timbunan tanah dan beton/ Apalagi yang tersisa selain doa-doa ditasbihkan menembus langit memetik bulan. Tuhan menegur kita dengan cinta-Nya//
//Aku ziarahi negeri air mata. Kampung-kampung terkepung luka-rinai tempias ke wajah semesta mengeram di jiwa/Aku hanya mampu mencatat keping duka dalam senyap jerit, di kenang jadi pelajaran menuju Tuhan/ Aku ziarahi negeri air mata. Kecemasan dan ketakutan mengurung jiwa. Seperti rentak tangis bersahutan sesak/ Masih lekat diingatan tentang Aceh dilipat air raya karena gempa/ Yogyakarta luluhlantak-Pesisir selatan Jawa rubuh/Minangkabau diratakan gempa di ruang senja/ Aroma kematian menyekap pikiran dalam timbunan tanah dan beton/ Apalagi yang tersisa selain doa-doa ditasbihkan menembus langit memetik bulan. Tuhan menegur kita dengan cinta-Nya//
Benar, Tuhan sedang menegur kita. Maka marilah kita bercermin pada wajah kita. Pentas Komunitas Seni Kuflet mengingatkan kita agar tak lupa mengeja nama Ilahi. Malam tahun baru nanti Kuflet juga pentas amal di ruang publik kota Padang. Menurut sang Sutradaranya Erianto, Teaterikal Puisi ”Ziarah Bencana” akan dibawa pentas di kota-kota Kabupaten di Sumatera Barat. Bravo Kuflet! Teruslah berbuat bagi anak bangsa, dan negara.
*) Penulis adalah penyair, kolumnis, sutradara teater, dan dosen Jurusan Teater ISI Padangpanjang, serta Pendiri/Penasehat Komunitas Seni Kuflet Padangpanjang,
Dewan Penasehat PPWI Cabang Padangpanjang, Sumatera Barat.
Dewan Penasehat PPWI Cabang Padangpanjang, Sumatera Barat.
Copyright: SAGOE ACEH