Kubah Merah Jambu 2011

Sebuah monolog hati..
Untuk seseorang… di hari bahagia sembilan juni dua ribu sebelas 
 
"Saya terima nikah anak Bapak ******* ******* binti *********  untuk saya dengan mahar 16 mayam emas..Tunai...!!" 

Masjid Agung Al-Makmur Lampriet… 
Kamis pagi Jam 10.00 WIB 

Sebait kata yang telah berbilang tahun kuhafal-hafal, namun akhirnya semua kembali pada Yang Kuasa.
Karena tugas kita sebagai manusia dimuka bumi ini hanyalah sebatas "merencanakan". Masih ada Yang Maha Kuasa yang memutuskan segala ketentuan yang terbaik untuk dijalani oleh Ummat -NYA.
Pengalaman ini jugalah yang harus kujalani bersama seseorang yang sampai saat ini masih mengisi sebagian ruang hati, seseorang yang telah memberiku pelajaran arti sebuah kepedulian dan perhatian, seseorang yang telah memberi ruang memaknai indahnya arti sebuah kehilangan. ya.. arti kehilangan yang tetap selalu menjadi rahasia.

Sebelumnya Aku minta maaf atas ketidakmampuanku untuk mengatakannya secara langsung, atau mungkin paling tidak mengantarkan surat ini secara langsung. 

Untukmu (yang sedang membaca surat ini), melalui surat ini aku anggap kau telah berpamitan… mulai hari ini kau akan berpindah ke satu tempat, tempat yang akan memisahkan antara kau dan aku. Mungkin tidak akan lama, tapi mungkin juga tidak akan sebentar atau bahkan seterusnya, entahlah… Tidak perlu kucari dimana kau berada atau kemana kau pergi, jika Tuhan mengijinkan biarlah kelak aku yang akan mencarimu.. tapi kuharap itulah pelabuhan terakhirmu.Amin Ya Rabb...

Aku sudah berusaha untuk menjadi yang terbaik bagimu, walau pun mungkin bagimu itu bukanlah sesuatu yang berharga karena yang ada dihatimu memang bukanlah aku, melainkan seseorang yang meskipun tidak melakukan apapun ia akan tampak jauh lebih berharga, karena ia memang sosok yang istimewa. 

Tapi tenang lah, semua usahaku untuk memberikan yang terbaik buatmu tidak akan memaksa dan menuntutmu untuk mencintai aku, karena aku juga sadar… bahwa dengan melihatmu tersenyum penuh semangat bahagia ternyata itu sudah sangat membahagiakan hatiku, dan itu lebih menentramkan jiwaku, jiwa yang pernah mengenal kasih sayang dari seorang contoh tauladan bagi kehidupanku seperti arti yang ada pada namamu.

Daripada sebaliknya, yang pasti mungkin kau tidak akan pernah bisa tersenyum bahagia seperti hari ini apabila masih bersamaku. Dan ada baiknya juga bila aku tidak perlu berbicara masalah Keikhlasan, karena ikhlas sejatinya tidak perlu dipertanyakan, biarlah itu tetap menjadi milik Tuhan yang lebih mampu menilai. 

Kau tidak perlu khawatir, apalagi setelah membaca surat ini. Percayalah, saat kutuliskan surat ini aku juga sedang berbahagia, bahagia karena aku bisa melihatmu berbahagia. Tidak perlu kau berpikiran bahwa aku sedang mengorbankan perasaan, sebab aku tidak pernah menganggap itu sebagai sebuah pengorbanan, karena aku menganggap bahwa seharusnya kau lah yang telah teramat banyak berkorban untukku, apalagi disaat aku terpaksa mengasingkan diri ke seberang pulau sana karena latar belakang ku yang mereka anggap subversif dan bagian dari pembuat makar negeri ini. 

Hampir Setahun kau menderita karena kutinggal jauh, tapi kau tetap setia. Aku tak tega dengan kesetiaanmu, sampai-sampai  aku pernah menyarankan agar kau mencari penggantiku karena saat itu kondisi negeri ini tak memungkinkan aku untuk bisa pulang menjemputmu, namun kau marah besar dan berusaha menemuiku. Akhirnya Tuhan mendengar kesusahan kita, kau pun diterima sebagai pendamping para Tamu Allah SWT, dan kita pun dimudahkan bertemu diseberang sana, hal yang semula kita anggap tak mungkin, tapi karena ini didasari sebuah ketulusan, apapun pasti akan terwujud.
Yah.. Itu hanyalah salah satu pengorbananmu yang tak mungkin bisa terbalaskan dengan dengan segala ibadahku yang masih  begini. Karena dulunya, aku berniat untuk membalas semua pengorbananmu dengan menjadi Imam bersama-sama mendampingimu beribadah.. mimpilah sudah akhirnya bersama bayangan.

Insya Allah, aku percaya kepada Yang Maha Kuasa, bahwa kelak suatu saat nanti akan ada yang mencintaiku sebesar cintamu kepada orang yang kau cintai, dan menyayangiku setulus rasa sayangmu kepada orang yang begitu kau sayangi. 

Akupun tidak ingin setelah kau membaca surat ini dan mengetahui apa yang kurasakan, rasa cintamu seketika menumpuk padaku. Sebenarnya memang belum terlambat jika kau menyadari betapa besarnya rasa cintaku kepadamu dan kau tidak ingin menyia-nyiakannya, tetapi aku tidak mungkin sanggup melihat orang yang kau cintai saat ini merasakan sakit dan kekecewaan yang luar biasa, seperti luar biasanya kekecewaan yang aku alami saat ini dan akan selalu kukenang sampai ku mati. (Maaf bila ini terlalu narsis..hahahaha.. tapi biarkan aku berbagi setetes bahagia dengan menggauli tulisanku) 

Dan kalau pun itu terjadi ? 
sungguh… aku masih tak sanggup menanggung dosanya kepada Yang Kuasa.. Jadi, jangan pernah palingkan cintamu dari sosok yang paling kau cintai saat ini.. Dia telah menjadi suami mu.. Telah menjadi Imam dunia akhirat untukmu dan anak-anakmu.

Sulit memang bagiku untuk sepenuhnya melupakanmu, namun aku sedang mencoba belajar untuk tidak mengingatmu, walaupun hanya sekedar ter-ingat..  Justru keadaan akan menjadi lebih sulit jika aku tidak pernah mengatakan apapun tentang perasaanku kepadamu. 
Satu hal yang selama ini mampu membuatku bertahan untuk diam dalam kesendirian adalah sepatah kalimat sakti : 

“Yang terpenting kau bisa selalu tersenyum penuh bahagia, perkara hatimu untuk siapa biarlah itu menjadi urusanmu dan bagian dari Kuasanya Tuhan”. 

Inilah kalimat yang terus membimbingku untuk belajar menerima dan tidak memelas, tidak afgan atau bersikap melow..seperti istilah para alay.

Perasaanku selama ini kepadamu tidak ingin disebut bertepuk sebelah tangan, karena memang ku akui bahwa aku sendiri pernah mengungkapkannya di tahun 2008 silam. 
Seperti yag kau pinta di tahun 2007, namun karena aku belum mampu secara materi dunia, kujadikan pintamu itu sebagai cambuk untuk semakin giat berusaha, dan Alhamdulillah, bekal “sibungkah” seperti yang kau sarankan ketika itu telah kudapatkan dengan izin Yang Kuasa. Sampai detik ini "sibungkah" itu masih kusimpan rapi dan akan segera kukembalikan padamu, karena menurutku, aku dimudahkan Tuhan mendapatkan semua ini diawali dengan niat untuk beribadah bersamamu, bukan dengan orang lain.
Dan disaat aku melamarmu di tahun 2008, kau pun menolak halus dengan seribu satu alasan. Dan ketika aku terpaksa harus menangis berharap jawab pasti mu , ternyata kau cerita kan kecengenganku itu pada teman-teman mu sebagai sebuah cerita tertawaan, bahwa aku adalah lelaki yang penuh kekonyolan dan.. ahh.. semua sudah kumaafkan.
Seharusnya aku sadar, bahwa itulah sebenarnya tanda-tanda dari petunjuk Yang Kuasa bahwa aku memang TIDAK pantas menjadi Imam untuk menemani perjalanan hidupmu.

Lalu kenapa melalui surat ini aku mengungkapkannya lagi..? 
Karena aku tidak ingin apabila ajal menjemputku, kalimat yang terucap dalam sakaratul maut-ku adalah nama-mu
aku tidak ingin saat mempertanggungjawabkan amal perbuatanku, yang ada dipikiranku hanyalah senyum manis mu, 
aku tidak ingin pergi dengan berjuta sesal karena belum sempat mengungkapkan ini kepadamu untuk yang kesekian kalinya. 
Dan yang terpenting… aku tidak ingin rasa cintaku yang dalam kepadamu melalaikan aku dari yang meng-anugerahkan rasa cinta itu sendiri. 

Aku mohon maaf, kalau mungkin surat ini malah merusak suasana bahagiamu. Sungguh… aku tidak ingin ini menjadi perusak rumah tangga yang baru kau bangun. Biarlah ini menjadi sekedar ungkapanku yang melepas rasa tidak nyaman di hati dan pikiran..
Tolong dima’afkan bila aku terpaksa berbagi kata untuk meringankan beban beberapa tahun yang telah ku sia-sia kan. 

Setelah kau baca, lekaslah kau abaikan dan lupakan, karena memang sepantasnya untuk dilupakan, tak perlu kau sikapi dengan sepenuh hati, karena memang…. surat ini cuma ingin kutulis untuk  pengenalan rasa dalam memaknai kehilangan. Masih ada surat lain yang akan segera kutulis.. biarlah ini menjadi monolog antara aku dan bayangan kubah merah jambu, kubah yang menjadi saksi betapa bahagianya senyummu di pagi ini.


Bagaimana bahagianya kau disana, itulah kebahagiaan ku disini.. 
Ada tetes keringatmu yang sudah terlanjur menjadi daging di tubuhku. 
Aku tak akan melupakan indahnya kehilangan ini dan tetap menjagamu di hati dalam do’a-do’a ku. 
Maaf.. bila hatiku masih bergetar ketika mendengar mereka menyebut namamu, atau ketika tanpa sadar bibirku tergerak memanggil namamu. mungkin karena badan dan jiwa ini masih terlalu akrab untuk dijauhkan dari bayanganmu.
Terima kasih..
telah mengizinkan aku merayakan kehilangan di kamis pagi sembilan juni dua ribu sebelas.. 






Aby cenk feat. aa Rosid
Sebuah monolog hati.
Semoga menjadi inspirasi.. 
bahwa rahasia dari sebuah kekecewaan adalah pendewasaan jiwa dan hati.
Bila kita gagal menikmati kekecewaan, justru merusak jiwa dan berputus asa.
 
Copyright © 2014 Share In Love - All Rights Reserved
Template By. Catatan Info