Tari Tradisi Aceh

Dari berbagai tarian tradisi Aceh, inilah beberapa jenis tarian tradisi aceh yang bisa kami rangkum (Info terbaru lainnya akan di update*)

 
TARI RAPA'I GELENG
Rapai adalah salah satu alat tabuh seni dari Aceh. Rapai (rebana) terbagi kepada beberapa jenis permainan, rapai geleng salah satunya. Rapai Geleng dikembangkan oleh seorang anonim Aceh Selatan. Permainan Rapai Geleng juga disertakan gerakan tarian yang melambangkan sikap keseragaman dalam hal kerjasama, kebersamaan, dan penuh kekompakan dalam lingkungan masyarakat.
Terian ini mengekspresikan dinamisasi masyarakat dalam syair (lagu-lagu) yang dinyanyikan, kustum dan gerak dasar dari unsur [tarian meuseukat.]
Fungsi dari tarian ini adalah syiar agama, menanamkan nilai moral kepada masyarakat, dan juga menjelaskan tentang bagaimana hidup dalam masyarakat sosial. Rapai geleng pertama kali dikembangkan pada tahun 1965 di Pesisir Pantai Selatan. Saat itu Tarian Rapai Geleng di bawakan pada saat mengisi kekosongan waktu santri yang jenuh usai belajar. Lalu, tarian ini dijadikan sarana dakwah karena dapat membuat daya tarik penonton yang sangat banyak.
Jenis tarian ini dimaksudkan untuk laki-laki. Biasanya yang memainkan tarian ini ada 12 orang laki-laki yang sudah terlatih. Syair yang dibawakan adalah sosialisasi kepada mayarakat tentang bagaimana hidup bermasyarakat, beragama dan solidaritas yang dijunjung tinggi.

TARI PEUMULIA  JAMEE 
Meidang berarti membawa dalong (Hidang) Dan  Kerekai yang didalamnya diisi kue- kue tradisional Aceh seperti Bhoi, Sepet, Dodoi, Meuseukat,   dan lain-lain serta souvenir- souvenir Aceh yang disuguhkan kepada tamu yang melambangkan keikhlasan didalam   menyambut  kedatangan   tamu,tari  meidang  diawali dengan  peragaan busana-busana adat Aceh dan modifikasi yang dibawakan oleh penari-penari (muda-mudi) yang merupakan cuplikan wajah Aceh secara menyeluruh yang menggambarkan kesatuan yang utuh didalam menjalin hubungan silaturrahmi yang baik antara bangsa. 

Sedangkan Pemulia Jamee berarti memuliakan atau menghormati tamu. Tarian ini mempunyai fungsi yang sama seperti tari Ranub Lampuan. Tarian ini ditarikan oleh 5 atau 7 orang penari putri. Semua penari masing-masing memegang kereukai (sejenis cerana) dan semua berisi kue-kue khas Aceh yang akan disuguhkan kepada tamu. Tari Peumulia Jame diciptakan oleh almarhum Yuslizar pada tahun 1975 dan penampilan perdananya dilakukan di Taman Mini Indonesia Indah pada pagelaran tari Daerah Pada April 1975. Dan pada penampilan ini akan disuguhkan perpaduan antara Meidang dan Tari Peumulia Jamee



TARI RANUB LAMPUAN

TARI Ranup Lampuan merupakan salah satu karya seni monumental yang dilahirkan oleh para seniman Aceh. Ranup Lampuan dalam bahasa Aceh, berarti sirih dalam puan. Puan adalah tempat sirih khas Aceh. Karya tari yang berlatar belakang adat istiadat ini secara koreografi menceritakan bagaimana kebiasaan masyarakat Aceh menyambut tamu ini setiap gerakannya mempunyai arti tersendiri. 

Seperti gerakan salam sembah, memetik sirih lalu membuang tangkainya, membersihkan sirih, menyapukan kapur, lalu memberi gambir dan pinang, sampai menyuguhkan sirih kepada yang datang. 

Meski hampir selalu menjadi suguhan utama dalam setiap upacara penyambutan tamu di Aceh, namun tidak banyak masyarakat Aceh yang tahu tentang asal usul dan siapa pencipta tari ini. Adalah Almarhum Yuslizar yang yang lahir di Banda Aceh pada 23 Juli 1937, Beliau lah pencipta Tarian Lanup Lam Puan yang fenomenal ini. Tarian Ranup Lampuan diciptakan beliau ditahun 1959,. Selain menciptakan Tarian ini, beliau juga menciptakan Tari Meusare-sare, Bungong Sieyueng-yueng, Tron U Laot, Poh Kipah, Tari Rebana, dan Sendratari Cakra Donya Iskandar Muda. 


Tari ini, pada mulanya hanya terdapat di Kotamadya Banda Aceh. Akan tetapi dengan cepat tersebar ke setiap kabupaten dankotalainnya di seluruh Aceh.
Pada awalnya, tari ini tidak menggunakan selendang sebagai properti, dan penarinya memakai sanggul Aceh yang tinggi dihiasi hiasan kepala. Tarian yang berdurasi tiga sampai sembilan menit ini diiringi orkestra atau band. Adapun sosok pencipta musik dari irama tarian lanup lam puan adalah Almarhum T Djohan pengarang lagu Tanoh Lon Sayang. Maka jadilah irama musik Tarian Ranup Lampuan seperti yang kita dengarkan selama ini. 

Ranup Lampuan merupakan kreasi mentradisi setelah menjalani proses panjang untuk menjadi tari tradisi dengan terus menyesuaikan diri sesuai zaman. Maka tahun 1959 ketika tim kesenian Aceh akan melakukan lawatan kerajaan ke Malaysia dalam rangka pertukaran cendramata, tari Ranup Lampuan dimodifikasi dengan menambah tiga orang penari pria, dua penari sebagai pemegang pedang dan satu penari sebagai pemegang vandel. 

Kemudian sekitar tahun 1966, setelah mendengar saran dari para tetua adat, bahwa pekerjaan menyuguhkan sirih adalah pekerjaan kaum perempuan, maka alangkah baiknya jika tari tersebut ditarikan oleh perempuan saja. Begitu juga tentang persoalan durasi waktu pertunjukan yang dirasakan terlalu panjang, sehingga tari Ranup Lampuan mengalami pemadatan. Hal ini berjalan sekitar delapan tahun. 

Pasca PKA II tahun 1972, dengan munculnya seni tradisional memberi pengaruh terhadap tari Ranup Lampuan khususnya untuk iringan tarian. Semula iringan musik Orkes atau band selanjutnya peran ini diganti dengan iringan alat musik tradisional yaitu Serune kale, Gendrang, danRapa‘i. Pengubahan ini sejalan dengan permintaan dari panitia Festival tari tingkat nasional 1974 yang meminta tari tradisional tampil dengan diiringi musik tradisional pula. Hal itu diubah ketika acara peresmian gedung pertamina di Blang Padang. 

Bagi mereka pencinta tari Aceh, menelusuri jejak Tari Ranup Lampuan sama seperti merekam budaya Aceh, tari yang merefleksikan kehidupan sehari-hari orang Aceh yang terkenal ramah dan suka memuliakan tamu. Sudah seharusnya penciptanya pun mendapat tempat untuk diabadikan dan selalu diingat masyarakat Aceh.

Secara harfiah berarti sirih di dalam cerana. Tari Ranub Lampuan berasal dari Banda Aceh, Tari Ranub Lampuan yang diciptakan oleh Almarhum Yuslizar pada tahun 1959 diangkat dari adat istiadat yang hidup dan tetap terpelihara di Aceh, khususnya adat menerima dan menghormati tamu. Biasanya tamu yang diterima dengan penuh hormat disuguhi sirih didalam rumah atau gedung.
Hal ini terlihat melalui simbolik gerak tari penari maupun perlengkapan tari dan sirih yang disuguhkan kepada tamu. Melalui gerak tari terlihat gerak yang tertib dan lembut sebagai ungkapan kehikmatan mempersilahkan tamu duduk, dan suguhan sirih adalah perlambang persaudaraan sebagai mukaddimah dari setiap hajat dalam pergaulan hidup bermasyarat. Karena itu menurut jenis tari, Ranub Lampuan digolongkan sebagai tari adat/upacara. Penampilan adalah guna menghormati tamu dalam satu acara, dapat pula dipentaskan secara langsung ditempat upacara penyambutan tamu Negara seperti dilapangan terbang dan lain-lain. Tari ini diciptakan oleh almarhum Yuslizar, dan iringan lagu pengiring diciptakan oleh almarhum Manua.

TARI PHO 
berasal    dari kata “PEUBA E Po”. Peuba E berarti    meratap    dan    Po panggilan kehormatan dari rakyat. Tari Pho dipimpin oleh seorang Syech dan   ditarikan wanita (gadis) , memakai pakaian adat wanita Aceh.
Tarian ini dimainkan oleh gadis-gadis dengan membuat lingkaran ataupun baris berbanjar sambil berdiri. Biasanya Syech berada ditengah-tengah atau di luar pemain-pemain lainnya. Dahulu tari Pho dilakukan pada upacara-upacara kematian tetapi sekarang sudah menjadi luas yaitu pada peralatan perkawinan, bersuka ria, memandikan pengantin, sunat rasul, turun mandi, melepas hajat dan penyambutan pembesar-pembesar serta pada waktu padi diserang hama penyakit. 

Kalau dilihat sepintas lalu tentang latar belakang tarian Pho ini, tampak oleh kita bahwa tarian ini merupakan manifestasi dari kehidupan masyarakat Aceh, yaitumasyarakat agraris, dimana dalam tarian ini tampak dengan jelas gerakan-gerakan simbolis dalam mengolah sawah lading. 

Gerakan para penari menghentakkan kaki ke lantai berarti bahwa tanah yang telah dibajak harus diinjak-injak supaya rata. Kata “O bineu lon balek laen” menggambarkan bahwa tanah itu harus sering sekali dibajak dan disikat.Tepuk tangan adalah simbolis mengusir burung dan mengetam atau mengumpulkan ikatan-ikatan padi yang telah diketam. 

Pesatnya perkembangan tarian Pho ini terutama sejak berkembangnya dan meningkatnya kegiatan-kegiatan kaum ibu di Aceh yang disponsori oleh “Putri Phang” isteri Raja Aceh Sultan Iskandar Muda. Di dalam lagu Pho juga disebut “Putri” Phang atau “Putroe Phang”. Karena perkembangan tari tersebut, Drs. Ichsan Ibrahim menciptakan Kreasi dari tari PHO tersebut menjadi versi Penampilan di Panggung.



Sumber: SAGOE ACEH
                    Acehpedia
 
Copyright © 2014 Share In Love - All Rights Reserved
Template By. Catatan Info